Dikenal sebagai pendekar tarung. Aa merupakan bapak dari tiga
anak: Badai Meganegara, Rimba Dirgantara, Dara Mentari. Suami Apriliyanti ini
memakai cara-cara jalanan pula untuk menarik hati anak SMP yang merupakan
tetangganya itu. Ia menteror saingan-saingannya, mengajak calon istrinya ngebut
dengan motor besar, berkelahi dihadapan pacarnya, bahkan mentato nama “Yanti”
di lengan kanannya, di bawah tato Boxer.
Apakah anda pernah merasa takut ?
Takut saya sudah habis. Sekarang saya takut secara lebih luas, takut berbuat salah. Karena kesalahan itu sangat dekat dengan manusia hidup.
Takut berkelahi?
Kalau yang namanya berantem dengan siapa pun saya tidak takut, karena masih dengan tangan dan kaki. Kalau pun pakai senjata, saya anggap berkelahi dengan lawan yang tanggannya panjang. Goloknya 50 cm berarti tangannya lebih panjang 50 cm. Kalau pakai senjata api, kita adu cepat saja. Dia pakai pistol kan harus dikokang sebelum ditembakkan. Lebih cepat mana saya serang lebih dulu atau saya lari duluan.
Menghadapi ilmu hitam?
Saya kan menyebarkan ilmu Tarung Dradjat ini datang sendiri ke Kalimantan, Aceh atau daerah terpencil lain. Suatu kali saya datang ke suatu dusun di daerah timur di mana orang berilmu dianggap sebagai setengah dewa. Saya diterima dengan baik, namun ada orang tua yang menganggap saya ini mengambil murid-muridnya. Saya diserang dalam arti keseimbangan jiwa saya terganggu. Jiwa saya kosong mau mandi takut mau makan takut. Kalau menghadapi orangnya langsung saya berani karena sudah tua, jalan pun sudah susah. Tapi saya lebih menekankan pada penguatan batin saya saja.
Itu tato di tangan dari mana?
Sejak mendirikan Boxer pada 1968. Lambang ini artinya tinju dengan mengenakan otak dan otot. Jadi yang saya bawa mati nanti dua tato di tangan.
Yang satu lagi?
Ini tato mawar berduri bertuliskan Yanti. Ini waktu saya ketemu istri saya ini. Dia ini tetangga saya di Mohammad Toha. Saya kan tidak pernah di rumah, begitu pulang kenalan sama dia langsung saya ke tukang tato minta nama Yanti ditoreh di tangan.
Langsung Kawin?
Saingan saya banyak, mobilnya saya gembesin satu demi satu. Akhirnya pada lari. Tujuh tahun baru jadi. Ya akhirnya bisa mbonceng motor besar, tapi tetap tidak mau pegang badan saya.
Waktu itu sudah kerja?
Sudah sejak 1971. Saya kawin pada 1977, waktu dia lulus SMA.
Anda tak khawatir anak anda akan meniru jalan hidup anda?
Buktinya kan sampai sekarang tidak. Semua anak saya – termasuk yang perempuan – saya latih Boxer. Yang tertua, Badai, sudah mencapai tingkatan tertinggi dalam hal fisik. Nanti dia akan mulai masuk pada tingkatan yang lebih tinggi seperti pengorganisasian dan yang lain.
Anda sendiri akan sampai tingkatan berapa?
Semakin tua saya mengurangi aktivitas fisik. Saya lebih mengembangkan tingkat metafisik. Ketika mendampingi Bandung Raya ke Hongkong saya menghadapi situasi ketika semua penonton menjadi agresif dan hendak menyerang pemain Bandung Raya. Secara fisik saya tak mungkin menghadapi massa yang begitu banyak. Makanya saya berusaha mempengaruhi atau meredam emosi massa dengan pikiran saya. Untungnya massa jadi lebih lunak. Saya hanya ingin diri saya seperti air yang tertuang ke gelas tapi air tidak muncrat melainkan meluber ke tepi gelas. Dengan demikian ilmu kita tidak akan habis. Ini tak bisa di ajarkan tapi setiap orang yang berlatih akan menuju ke sana.
Apakah anda pernah merasa takut ?
Takut saya sudah habis. Sekarang saya takut secara lebih luas, takut berbuat salah. Karena kesalahan itu sangat dekat dengan manusia hidup.
Takut berkelahi?
Kalau yang namanya berantem dengan siapa pun saya tidak takut, karena masih dengan tangan dan kaki. Kalau pun pakai senjata, saya anggap berkelahi dengan lawan yang tanggannya panjang. Goloknya 50 cm berarti tangannya lebih panjang 50 cm. Kalau pakai senjata api, kita adu cepat saja. Dia pakai pistol kan harus dikokang sebelum ditembakkan. Lebih cepat mana saya serang lebih dulu atau saya lari duluan.
Menghadapi ilmu hitam?
Saya kan menyebarkan ilmu Tarung Dradjat ini datang sendiri ke Kalimantan, Aceh atau daerah terpencil lain. Suatu kali saya datang ke suatu dusun di daerah timur di mana orang berilmu dianggap sebagai setengah dewa. Saya diterima dengan baik, namun ada orang tua yang menganggap saya ini mengambil murid-muridnya. Saya diserang dalam arti keseimbangan jiwa saya terganggu. Jiwa saya kosong mau mandi takut mau makan takut. Kalau menghadapi orangnya langsung saya berani karena sudah tua, jalan pun sudah susah. Tapi saya lebih menekankan pada penguatan batin saya saja.
Itu tato di tangan dari mana?
Sejak mendirikan Boxer pada 1968. Lambang ini artinya tinju dengan mengenakan otak dan otot. Jadi yang saya bawa mati nanti dua tato di tangan.
Yang satu lagi?
Ini tato mawar berduri bertuliskan Yanti. Ini waktu saya ketemu istri saya ini. Dia ini tetangga saya di Mohammad Toha. Saya kan tidak pernah di rumah, begitu pulang kenalan sama dia langsung saya ke tukang tato minta nama Yanti ditoreh di tangan.
Langsung Kawin?
Saingan saya banyak, mobilnya saya gembesin satu demi satu. Akhirnya pada lari. Tujuh tahun baru jadi. Ya akhirnya bisa mbonceng motor besar, tapi tetap tidak mau pegang badan saya.
Waktu itu sudah kerja?
Sudah sejak 1971. Saya kawin pada 1977, waktu dia lulus SMA.
Anda tak khawatir anak anda akan meniru jalan hidup anda?
Buktinya kan sampai sekarang tidak. Semua anak saya – termasuk yang perempuan – saya latih Boxer. Yang tertua, Badai, sudah mencapai tingkatan tertinggi dalam hal fisik. Nanti dia akan mulai masuk pada tingkatan yang lebih tinggi seperti pengorganisasian dan yang lain.
Anda sendiri akan sampai tingkatan berapa?
Semakin tua saya mengurangi aktivitas fisik. Saya lebih mengembangkan tingkat metafisik. Ketika mendampingi Bandung Raya ke Hongkong saya menghadapi situasi ketika semua penonton menjadi agresif dan hendak menyerang pemain Bandung Raya. Secara fisik saya tak mungkin menghadapi massa yang begitu banyak. Makanya saya berusaha mempengaruhi atau meredam emosi massa dengan pikiran saya. Untungnya massa jadi lebih lunak. Saya hanya ingin diri saya seperti air yang tertuang ke gelas tapi air tidak muncrat melainkan meluber ke tepi gelas. Dengan demikian ilmu kita tidak akan habis. Ini tak bisa di ajarkan tapi setiap orang yang berlatih akan menuju ke sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar